Kotoran Ternak Bisa Jadi Energi Listrik
PADANG (Ant): Kotoran ternak kini dapat dimanfaatkan sebagai energi listrik dan dapat dimanfaatkan masyarakat daerah terpencil yang belum terlayani PLN. Melalui alat pengolahan kotoran ternak yang diciptakan mahasiswa Fakultas Teknologi Industri Universitas Bung Hatta (UBH) Padang, Muhammad Nizam Ibka, sumber energi listrik kini dapat dinikmati masyarakat.
Menurut dosen pembimbing penelitian mahasiswa Fakultas Teknologi Industri UBH, Ir. Edi Susilo, M.Eng., di Padang, Senin (24-3), alat itu diciptakan sebagai hasil penelitian laporan akhir mahasiswa tersebut untuk menyusun skripsi.
Edi menjelaskan alat itu mampu mengolah 13 kilogram kotoran ternak menjadi 122 hingga 143 kilokalori yang mampu menghasilkan sumber energi listrik sebesar 0,0325 kwh.
Alat tersebut terdiri dari satu tempat penampungan kotoran ternak (kuran terkecil dari drum bekas, red), empat unit mesin motor untuk tenaga memutar dan mengaduk kotoran, beberapa meter pipa besi dan alat kontrol elektronik. "Kemudian alat boiler dan turbin generator," tambahnya.
Cara kerja alat dimulai dengan memasukkan kotoran ternak ditambah air ke bak penampung yang langsung diaduk secara merata dan terus-menerus dengan pengaduk yang diputar dengan tenaga empat motor.
Adukan kotoran dan air akan menghasilkan gas metan yang selanjutnya disalurkan dengan pipa besi untuk memanaskan alat boiler dan menghasilkan tenaga uap. "Tenaga uap selanjutnya digunakan memutar turbin generator yang kemudian menghasilkan sumber energi listrik," kata Edi.
Sumber energi ini bisa dihubungkan ke lampu listrik melalui kabel dan mampu menghasilkan 0,0325 kwh arus listrik dari pengolahan 13 kilogram kotoran ternak Jika kotoran ternak yang dimasukkan dan diolah pada tempat mengadukan makin banyak, energi listrik yang dihasilkan juga makin besar, tambahnya.Selain energi listrik, gas metan yang keluar saat pengadukan kotoran ternak dalam bak penampung juga bisa disalurkan untuk memasak dengan dihubungkan pada kompor gas, kata Edi. Menurut dia, untuk membuat rangkaian peralatan itu dibutuhkan dana mencapai Rp2 juta.
Jika dibuat dan dipakai masyarakat di daerah terisolasi, mereka akan dapat menikmati energi listrik dengan bahan kotoran dari ternak yang dipelihara masyarakat.
Peralatan ini butuh pengembangan lebih lanjut, khususnya menambah daya tampung bak kotoran yang akan diolah untuk menghasilkan energi listrik lebih besar. Biaya dan tenaga dibutuhkan untuk pengolahan ini tetap meski kotoran ternak yang diolah makin banyak, kata Edi Susilo.
Minyak JelantahLain halnya, mahasiswa semester VIII Universitas Andalas (Unand), Aster Rahayu, bersama rekannya, Lis, yang menemukan suatu teknologi daur ulang mengolah minyak jelantah menjadi minyak layak pakai kembali. Dengan teknologi ini diharapkan dapat sebagai solusi mengatasi kesulitan kaum ibu dalam menyiasati keuangan rumah tangga mereka menyusul naiknya harga minyak goreng.
Menurut Aster, minyak jelantah bisa dipakai kembali dalam keadaan bersih tanpa kotoran menggunakan ampas tebu sebagai bahan penyerap.
"Bahan penyerap tebu yang sudah dijadikan partikel bisa langsung digunakan dengan mudah oleh ibu-ibu rumah tangga untuk memproses minyak jelantah menjadi minyak layak pakai," kata Aster.
Penelitian yang dilakukannya sejak Januari 2008 dan akan terus disempurnakan sampai April 2008 itu, dimulai dengan mengambil sampel minyak jelantah dari pedagang gorengan.
Kegiatan pertama yang dilakukan adalah minyak jelantah tersebut dianalisis dahulu kandungan FFAnya, kandungan kotoran dan asam lemaknya. Namun, minyak goreng yang bagus (baru) juga dianalisis untuk mengetahui FFA-nya sebagai perbandingan bagi minyak jelanta.
Kemudian menyiapkan ampas tebu yang sudah kering digiling setelah dicuci bersih. Ampas tebu tadi diayak atau disaring untuk diambil dengan ukuran partikel mulai 150 mikrometer, 180 mikrometer, 225 mikrometer, dan 450 mikrometer.
Selanjutnya ampas tebu direndamkan dalam minyak jelanta itu (untuk memperoleh kondisi optimum). Untuk berat ampas tebu juga dicari ukuran partikel hingga kondisi optimumnya. "Berat ampas tebu juga dianalisis setelah kondisi optimumnya diperoleh kita terus melakukan variasi lain, yakni perendaman ampas tebu dengan minyak jelanta," kata dia.
Dalam perendaman ampas tebu dengan minyak jelanta itu, dicari pula kondisi optimum yang selanjutnya baru minyak jelantah ditetapkan dan dianalisis kandungan FFA-nya.
Ternyata dengan menggunakan ampas tebu, minyak jelanta menjadi bagus, dan warna hitam atau cokelatnya berkurang karena kotoran berada pada minyak jelanta itu diserap ampas tebu. "Ampas tebu dalam analisis itu berfungsi sebagai bahan penyerap yang bagus," kata dia. Aster menambahkan penggunaan ampas tebu merupakan satu solusi mengurangi limbah padat perkotaan.
Kepala Laboratorium Kimia Analisis Lingkungan, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Andalas, Prof. Dr. Rahmiana Zein, mengatakan hasil penelitian Unand berupa uji coba material yang berada di lingkungan (termasuk bahan-bahan sampah) perlu dipublikasikan.
"Analisis barang-barang daur ulang itu dilakukan agar kembali layak pakai untuk mengurangi polusi," kata Rahmiana Zein.
Tenaga Sampah
Di lain pihak, Menteri Riset dan Teknologi, Kusmayanto Kadiman menyetujui dan melakukan pencanangan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Gedebage di Lapangan Tegalega Bandung, Senin lalu.
Kusmayanto mengatakan masyarakat sekitar tidak perlu waswas akan dampak atau risiko yang dihasilkan PLTSa ini.
"Seluruh risiko pencemaran sudah semestinya diminimalisasi sehingga apa yang dihasilkan kelak akan berguna bagi masyarakat," ujarnya.
"Jika ada risiko pencemaran dari pembakaran, janganlah ada pembakaran tetapi semua sampah yang didapat harus di-reuse, reduce, dan recycle," kata Menteri.
Kusmayanto mencontohkan jika ada sampah botol, gunakan kembali untuk botol atau barang-barang lain yang dapat didaur ulang hingga akhirnya dapat menjadi sebuah barang tertentu. "Yang terpenting adalah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar